Jumat, 24 Desember 2010

5th Opinion : Bukan Ahli Matematika Tapi Memiliki Cara Berpikir Seperti Ahli Matematika


5th Opinion : Bukan Ahli Matematika Tapi Memiliki Cara Berpikir Seperti Ahli Matematika
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kalimat “ahli matematika”? pasti Anda akan mengatakan orang yang dalam otaknya penuh dengan rumus-rumus dan tampangnya biasanya jutek. Jawaban Anda sangat sesuai dengan jawaban orang-orang yang berkenalan dengan saya ketika mereka mendengar saya mahasiswa jurusan matematika. Memang matematika sangat identik dengan rumus-rumus dan angka-angka yang ngejelimet, tapi pada kenyataannya saya kuliah di jurusan matematika UPI tidak dipaksa untuk menghapal rumus, para dosen mengajarkan pola pikir bagaimana memecahkan masalah.
Matematika merupakan ilmu yang sudah sangat tua sekali, berbeda dengan ilmu kumputer dan turunannya yang baru berumur beberapa decade saja. Umur matematika bisa dikatakan setua dengan umur kehidupan manusia, kok bisa? Setiap manusia yang hidup pasti punya masalah, baik itu manusia prasejarah maupun manusia sejarah, dan pastinya setiap manusia akan mencari solusi dari setiap masalah. Sebenarnya matematika adalah problem solving; yaitu suatu prosedur mengindentifikasi masalah, menjadikan masalah itu sebagai model dan membuat symbol-symbol untuk model-model, dengan begitu hanya perlu mengotak-atik symbol-symbol tersebut untuk mencari solusi yang layak dan hasil yang optimum.
Setiap peradaban manusia memiliki bahasa lisan dan tulisannya masing-masing, demikian juga dengan symbol-symbol matematika yang digunakan oleh setiap peradaban pun berbeda; seperti angka romawi dan angka arab dll (masih banyak). Oleh karena saking banyaknya variasi padahal yang dimaksut adalah sama maka dibuat kesepakatan akan symbol-symbol yang baku, sehingga tidak terjadi lagi salah paham.
Berkat adanya symbol-symbol tersebut matematika menjadi ilmu yang memiliki wujud, yaitu ilmu yang mengutak-atik symbol, ha. haa.. haaa… benarkan? Bukankah tadi Anda mengatakan matematika adalah rumus-rumus dan angka-angka yang ngejelimet?
Ahli atau tidaknya seseorang terhadap matematika bukan berdasarkan banyaknya rumus dalam otaknya atau kecepatan menghitung angka, melainkan kemampuannya dalam mengindentifikasi masalah, memodelkannya, menyimbolkannya dan menemukan solusi.
Beberapa decade yang lalu telah lahir turunan dari matematika, yaitu teori graf. Teori graf lahir berawal dari permasalahan sebuah jembatan di Jerman, lalu tumbuh dewasa menjadi teori yang dapat menjawab permasalahan pewarnaan pada peta, penentuan rute terbaik, dan lain-lain (terlalu banyak untuk disebutkan). Symbol-symbol yang ada di teori graf sangat berbeda dari symbol-symbol pada cabang matematika yang lain, yaitu simpul dan sisi, penulis lebih senang menyebutnya titik dan garis.
Dalam teori graf terdapat matching, yaitu materi yang membahas penjodohan. Matching berguna untuk mencari pola penjodohan dari sekumpulan cowo dan sekumpulan cewe dan bisa juga sekelompok pekerja dengan sejumlah pekerjaan yang tersedia. Sayangnya pada matching hanya membahas penjodohan 2 kelompok, sedangkan dalam kehidupan nyata terkadang ada penjodohan 3 kelompok, 4 kelompok sampai n kelompok. Penulis berhasrat menemukan pola penjodohan untuk n>2, keberhasilan menjelaskan ini setelah membuat model-modelnya dan membuat symbol-symbol baru yang belum pernah ada dalam teori graf. Semoga penulis berhasil menyajikan penemuan ini dalam sidang bulan Febuari 2011 dan kuliah S2 untuk memperdalamnya, sehingga matching untuk n>2 diharapkan dapat menambah dewasa teori  graf.
Penulis punya studi kasus. Teman penulis yang SMPTT alias SMP Tidak Tamat punya masalah, dia ingin menghitung berapa persen keuntungan terhadap modal awal yang dia peroleh dari hasil berdagangnya di pasar.
Permasalahannya dia tidak tahu caranya. Dia pun bercerita “misalkan modal awal 10juta lalu dimisalkan pula keuntungannya 1juta maka saya telah mendapat untung 10% dari modal awal dan seandainya keuntungannya 2juta berarti saya telah mendapat untung 20% dari modal awal. Pada kenyataannya, saya hanya mendapat untung sekitar 1,5juta dan saya hanya tahu keuntungannya hanya berikisar 10% s.d 20%. Saya ingin tahu 1.5juta berapa persen dari 10juta secara tepat?”. Maka penulis pun mengajari caranya dan menjelaskan arti dari persentasi sesuatu terhadap sesuatu.
Penulis merasa lucu melihat kejadian itu, bukan karena penulis meledek teman yang hanya SMPTT, penulis melihat dia memiliki cara berpikir seperti ahli matematika, setidaknya ada upaya untuk mencari solusi dari problemnya. Coba perhatikan lagi, dia tidak mengetahui secara pastinya maka dia membuat kisaran.
Memang matematika adalah ilmu eksakta atau ilmu pasti, yaitu berupaya memperoleh hasil secara tepat. Namun sering kali matematikawan melakukan penghitungan untuk memperoleh hasil hampirannya saja. Seperti masalah nilai phi yang biasa digunakan menghitung keliling dan luas lingkaran, terkadang nilai phi diberi nilai 22/7 atau 3,14 padahal nilai phi bukan 22/7 ataupun 3,14. Seorang statistikawan sering kali membuat taksiran berupa interval dari pada taksiran berupa titik untuk menduga parameter. Untuk menghitung luas di bawah kurva digunakan integral tapi jika Anda lupa caranya maka Anda bisa saja mempartisinya menjadi persegi panjang-persegi panjang lalu menjumlahkan kesemua luas persegi panjang yang menutupi kurva tersebut, bahkan cara ini malah menjadi cara untuk memperkenalkan konsep integral.
Lalu apakah Anda masih berpikir “Ahli Matematika” itu orang-orang yang berotakan rumus sehingga cepat dalam menghitung?
Created by Delta Arif On 9.00 am to 13.00 pm Thursday , December 23, 2010.
This article 100% is written by Delta Arif.
Do not copy without include Delta Arif as writter and www.deltaarif.blogspot.com & www.deltadollar.com as the source of this article.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar